http://178.128.110.99/index.php/SD/issue/feedSocietas Dei: Jurnal Agama dan Masyarakat2025-11-07T16:58:46+07:00Redaksisocietas.dei@rcrs.orgOpen Journal Systems<p><em>Societas Dei: Jurnal Agama dan Masyarakat</em> merupakan jurnal nasional yang dapat menjadi sumber informasi ilmiah bagi para peneliti di dunia akademik, lembaga penelitian, dan instansi pemerintah. Hasil peneltiian dari berbagai perspektif penulis dengan latar belakang agama yang berbeda memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menyebarluaskan nilai-nilai agama yang dapat bersumbangsih bagi terciptanya kehidupan beragama yang harmonis.<br /><br />Penerbit jurnal ini adalah <a title="RCRS" href="http://reformed-crs.org/" target="_blank" rel="noopener">Pusat Pengkajian Reformed Bagi Agama dan Masyarakat</a> (RCRS) dan secara rutin menerbitkan dua kali setahun, pada bulan April dan Oktober, dengan jumlah edisi setiap artikel minimal lima artikel. Edisi pertama diterbitkan pada April 2014. Sejak Volume 4 Nomor 2 Tahun 2017, jurnal telah terakreditasi secara nasional oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, No. 30/E/KPT/2019 (11 November 2019). Pada Volume 8 Nomor 2 Tahun 2021, jurnal telah reakreditasi SINTA 3 hingga Volume 13 Nomor 1 2026 berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nomor 105/E/KPT/2022.</p>http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/523Kristologi Pangala Tondok2025-09-01T17:59:39+07:00Frans Paillin Rumbifransrumbi24@gmail.com<p>Diskursus tentang Kristologi Pangala Tondok dimulai seiring dengan keputusan Gereja Toraja yang menerima istilah Tongkonan Sangullele sebagai identitas kultural-religiusnya. Penelitian ini bermaksud mendialogkan Kristologi Pangala Tondok dengan konteks Toraja yang multireligius (interdenominasi gereja dan antaragama). Dalam upaya tersebut, peneliti melakukan kajian pustaka dan menganalisis data dengan pendekatan kontekstual model sintesis dari Stephen B. Bevans. Hasil penelitian memperlihatkan pada konteks interdenominasi gereja dapat dilakukan dengan menempatkan Yesus Kristus sebagai Pangala Tondok baru. Sementara itu, dalam hubungan antarumat beragama, Gereja Toraja ditantang untuk mempromosikan keterbukaan, keramahan, dan persahabatan.</p>2025-10-30T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2025 Reformed Center for Religion and Societyhttp://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/532Teologi Kematian Berdasarkan Perspektif Antropologi-Metafisika bagi Tradisi Ritual Kematian Toraja dan Jawa2025-10-10T15:26:02+07:00Daniel Fajar Panuntunniel398@gmail.com<p>Tulisan ini bertujuan untuk merancang teologi kematian dari perspektif antropologi-metafisika sehingga diharapkan dapat menjadi rujukan preservasi tradisi ritual kematian di Indonesia, terkhusus tradisi ritual kematian orang Toraja dan Jawa. Tujuan tersebut penting karena adanya kecenderungan tradisi kekristenan di Indonesia yang mengalienasi budaya lokal. Demi mencapai tujuannya, tulisan ini menggunakan pandangan utama dari Gijsbert van den Brink yang kemudian dianalisis secara konstruktif melalui pandangan Tibor Horvath, Robert Setio, Ebenhaizer I Nuban Timo, dan Jürgen Moltmann. Hasilnya, teologi kematian <em>posse mori in</em> <em>posse non mori</em> dapat menjadi solusi terhadap preservasi tradisi ritual kematian orang Toraja dan Jawa.</p>2025-10-31T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2025 Reformed Center for Religion and Societyhttp://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/537Kebijakan Teknologi Reproduksi dengan Bantuan di Indonesia2025-10-21T09:44:48+07:00Denni Boy Saragihdenni.boy@ukrida.ac.idArlina Permatasari Wigunaarlinapwiguna@sttb.ac.id<p>Artikel ini membahas isu etis dan teologis dari praktik <em>in vitro fertilization</em> (IVF) dalam konteks Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 Tahun 2025 tentang Kesehatan Reproduksi. Teknologi ini banyak digunakan, termasuk oleh umat Kristen, tetapi menimbulkan pertanyaan moral, khususnya terkait status embrio, penyimpanan embrio beku, dan pemusnahannya. Dengan pendekatan kualitatif, yaitu analisis normatif-komparatif, artikel ini menganalisis isi permenkes itu dari perspektif teologi Kristen, serta membandingkannya dengan kebijakan di Jerman yang menekankan perlindungan embrio. Diskusi teologis mencakup tiga pendekatan terhadap status moral embrio: nonpersonal, prapersonal, dan personal. Artikel ini menekankan pandangan personal yang menyatakan bahwa kehidupan manusia dimulai sejak pembuahan. Artinya, sejak awal embrio sudah merupakan gambar dan rupa Allah (<em>Imago Dei</em>) dan harus diperlakukan secara bermartabat. Artikel ini mengusulkan sikap etis bagi umat Kristen, yakni: menghasilkan embrio sesuai kebutuhan, menghindari penyimpanan embrio beku, menolak pemusnahan embrio, dan memaknai anak sebagai buah kasih dalam pernikahan. Tulisan ini diharapkan menjadi panduan etis-teologis bagi gereja untuk merespons teknologi IVF secara kontekstual dan bertanggung jawab.</p>2025-11-24T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2025 Reformed Center for Religion and Societyhttp://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/530"Busuk dan Jijik Perbuatan Mereka":2025-11-07T16:58:46+07:00Laura Precious Blesslaurapb.work@gmail.comKarel Karsten Himawankarel.karsten@uph.edu<p style="font-weight: 400;">Keyakinan agama sering kali terkait dengan respons emosional, khususnya terhadap stimulus yang dianggap najis atau menyimpang secara moral. Cara individu menginternalisasi ajaran agama dapat membentuk cara mereka mengalami emosi, seperti rasa jijik. Penelitian ini mengkaji pengaruh orientasi religius–baik intrinsik maupun ekstrinsik– terhadap sensitivitas terkait emosi jijik pada orang dewasa di wilayah Jabodetabek. Untuk mengeksplorasi hal ini, sebanyak 375 partisipan (<em>M</em><sub>usia </sub>= 32.18, <em>SD</em> = 2.82) direkrut melalui metode <em>snowball</em> dan <em>purposive sampling</em>, serta mengisi survei daring. Orientasi religius diukur menggunakan Religious Orientation Scale (ROS), sedangkan sensitivitas terhadap rasa jijik diukur dengan Three Domains of Disgust Scale (TDDS). Hasil analisis menunjukkan bahwa orientasi religius ekstrinsik secara signifikan memprediksi tingkat sensitivitas jijik yang lebih tinggi dan hubungan ini lebih kuat ditemukan pada partisipan perempuan. Temuan ini menunjukkan bahwa individu yang menjalani agama untuk tujuan instrumental atau sosial cenderung menunjukkan reaktivitas emosional yang lebih tinggi terhadap stimulus yang membangkitkan rasa jijik dengan perbedaan gender yang menunjukkan sensitivitas lebih kuat pada perempuan.</p>2025-12-12T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2025 Reformed Center for Religion and Society