Societas Dei: Jurnal Agama dan Masyarakat http://178.128.110.99/index.php/SD <p><em>Societas Dei: Jurnal Agama dan Masyarakat</em> merupakan jurnal nasional yang dapat menjadi sumber informasi ilmiah bagi para peneliti di dunia akademik, lembaga penelitian, dan instansi pemerintah. Hasil peneltiian dari berbagai perspektif penulis dengan latar belakang agama yang berbeda memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menyebarluaskan nilai-nilai agama yang dapat bersumbangsih bagi terciptanya kehidupan beragama yang harmonis.<br /><br />Penerbit jurnal ini adalah <a title="RCRS" href="http://reformed-crs.org/" target="_blank" rel="noopener">Pusat Pengkajian Reformed Bagi Agama dan Masyarakat</a> (RCRS) dan secara rutin menerbitkan dua kali setahun, pada bulan April dan Oktober, dengan jumlah edisi setiap artikel minimal lima artikel. Edisi pertama diterbitkan pada April 2014. Sejak Volume 4 Nomor 2 Tahun 2017, jurnal telah terakreditasi secara nasional oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, No. 30/E/KPT/2019 (11 November 2019). Pada Volume 8 Nomor 2 Tahun 2021, jurnal telah reakreditasi SINTA 3 hingga Volume 13 Nomor 1 2026 berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nomor 105/E/KPT/2022.</p> id-ID societas.dei@rcrs.org (Redaksi) pusatkajian@rcrs.org (Admin Pusat Kajian) Tue, 29 Oct 2024 16:56:57 +0700 OJS 3.3.0.10 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Dari Logika Dominasi Menuju Logika Advokasi http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/436 <p>Dalam kajian tentang kewargaan di Indonesia, istilah mayoritas-minoritas telah dikenal. Tulisan ini bertujuan untuk menggugat kuasa di balik wacana mayoritas-minoritas di Indonesia. Pembicaraan tentang minoritas yang sedianya digunakan sebagai sarana advokasi sudah berubah menjadi sarana dominasi. Dalam kajian politik identitas pada paruh kedua abad ke-20, minoritas berhubungan dengan pembelaan kepada kulit hitam di Amerika Serikat, kaum LGBT, serta kelompok Indian di Amerika. Namun, dalam konteks Indonesia, pembicaraan mengenai mayoritas dan minoritas bergeser kepada soal jumlah. Mayoritas adalah kelompok masyarakat yang berjumlah banyak, sementara minoritas menunjuk kelompok yang berjumlah lebih sedikit. Wacana macam ini terjadi dalam pembicaraan tentang kewarganegaraan di Indonesia, terutama yang berlatar belakang agama sehingga agama mayoritas dan agama minoritas mulai dikenal. Dengan menggunakan metode netnografi, penelitian ini melihat berbagai kemungkinan di dalam memaknai kata minoritas di tengah masyarakat Indonesia. Penelitian pustaka ini akan menggunakan sudut pandang teori kekerasan simbolik dari Pierre Bourdieu. Dari sudut pandang ini, ditemukan bahwa wacana yang berkembang bukanlah mayoritas-minoritas melainkan peminoritasan (<em>minoritization</em>). Tulisan ini menawarkan logika arus balik. Logika dominasi yang saat ini berkancah di dalam kata minoritas didorong untuk kembali kepada logika advokasi yang menjadi semangat asalinya.</p> Martinus Lelono Hak Cipta (c) 2024 Reformed Center for Religion and Society https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/436 Tue, 29 Oct 2024 00:00:00 +0700 Israel Dulu dan Kini http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/454 <p>Umat pilihan adalah sebutan yang sering diberlakukan untuk orang Yahudi. Namun, gereja pasca-Perjanjian Baru menganggap status keumatan Israel sudah berakhir—suatu asumsi teologis yang baru dikoreksi sejak pertengahan abad ke-20. Dalam rangka itulah, artikel ini memeriksa ulang konsep umat pilihan secara alkitabiah. Bahasa Deuteronomis untuk pemilihan Israel adalah pembebasan mereka dari perbudakan Mesir untuk menjadi bangsa penyembah Yahweh (keumatan <em>‘ebed</em>). Namun, Perjanjian Sinai menuntut Israel lebih dari itu, yakni menjadi umat yang istimewa, keumatan teladan (keumatan <em>s<sup>e</sup>gullā</em>). Realitas keumatan <em>‘ebed</em> adalah tak bersyarat dan dasarnya semata-mata faktor Allah, kasih dan kesetiaan-Nya (Ul. 7:6-8). Sebaliknya, realitas keumatan <em>s<sup>e</sup>gullā</em> bersyarat dan dasarnya adalah faktor Israel, yakni kesungguhan mereka untuk berpegang pada perjanjian (Kel. 19:5-6) yang kemudian ternyata gagal, kecuali umat sisa. Kendati demikian, kegagalan Israel membuka jalan bagi keumatan yang diperluas, yang mengikutsertakan orang-orang non-Yahudi secara massal, sementara keselamatan massal orang Yahudi merupakan realitas eskatologis (Rm. 11:25-26).</p> Yonky Karman Hak Cipta (c) 2024 Reformed Center for Religion and Society https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/454 Tue, 29 Oct 2024 00:00:00 +0700 Tanggapan Pemuda Kristen terhadap Penalaran Kitab Suci Lintas Agama http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/473 <p>Pembacaan Kitab Suci rentan terhadap penafsiran dan dapat menawarkan nilai-nilai konstruktif, tetapi juga dapat mengarah pada pengucilan diri dan tindakan yang merusak. Secara tradisional, pembacaan dan penafsiran Kitab Suci merupakan kegiatan internal di dalam setiap komunitas agama. Namun, di Yogyakarta, kegiatan Scriptural Reasoning diselenggarakan oleh Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC) Indonesia yang melibatkan peserta dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon pemuda Kristen yang terlibat dalam kegiatan Penalaran Kitab Suci, khususnya berfokus pada bagaimana mereka menciptakan ruang yang ramah bagi kehadiran yang lain. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif analitis, dengan data yang dikumpulkan melalui observasi partisipatif, wawancara dengan responden yang dipilih secara purposif, dan pengumpulan literatur dan dokumen yang relevan. Responden akan mencakup penyelenggara kegiatan Penalaran Kitab Suci dan peserta Kristen. Data akan dianalisis dengan menggunakan konsep keramahtamahan hermeneutis Marianne Moyaert. Penelitian ini menyoroti pentingnya keterbukaan hermeneutis sebagai ekspresi keramahtamahan dalam komunitas Kristen dan pentingnya menciptakan ruang untuk dialog antaragama. Pembacaan teks-teks suci juga dapat membantu mencegah potensi konflik sentimen agama berdasarkan penafsiran kitab suci.</p> Gerry Nelwan Hak Cipta (c) 2024 Reformed Center for Religion and Society https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/473 Mon, 18 Nov 2024 00:00:00 +0700 Keadilan (Sosial) dalam Perspektif Teologi Biblika http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/486 <p>Perjuangan untuk menghadirkan keadilan sosial kadang dicurigai sebagai bentuk marxisme kebudayaan. Apakah pandangan seperti ini representatif dari perspektif teologi Kristen? Tentu, jawaban yang diberikan akan tergantung dari pemahaman kita tentang keadilan sosial itu sendiri. Dengan begitu, kita perlu melihat beberapa bagian Kitab Suci untuk mendapat gambaran yang lebih seimbang tentang hal ini.</p> Billy Kristanto Hak Cipta (c) 2024 Reformed Center for Religion and Society https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/486 Tue, 29 Oct 2024 00:00:00 +0700